Saya mengenal sosok manusia ini tepat 5 tahun lalu. Masih terngiang berulang kali di ingatan, dia bilang begini, "Saya hanya tentara pangkat rendahan Pak, apa yang saya bisa untuk negara mungkin gaungnya tidak sebesar mereka yang berpangkat tinggi." Pangkatnya adalah Koral Satu TNI AD kala itu.
Website ini pun, waktu itu masih berbentuk blog, belum menjadi dot com yang ramai pembaca, apalagi termonetisasi oleh Google. Saya saat itu fotografer yang masih belajar menulis di beberapa website yang memiliki kurasi, hanya untuk mendapatkan peringkat. Ya, setidaknya tulisan saya bisa menjadi tulisan pilihan, lebih senang lagi bisa jadi headline. Atau di website berkurasi yang lain, setidaknya targetnya bisa jadi tulisan dengan pembaca yang banyak.
Kembali ke sosok tersebut, namanya adalah Janu Wahyu Widodo atau yang akrab disapa Ndan Janu oleh para anak buahnya. Supaya tidak jadi blunder bagi pembaca, ungkapan Ndan Janu sebelumnya yang mengatakan, "Saya hanya tentara pangkat rendahan..." sebenarnya hanya gambaran bahwa dia sebenarnya memiliki pengaruh di masyarakat yang tidak main-main gaungnya.
![]() |
Saya (kanan) bersama Janu Widodo (kiri) dalam sebuah podcast |
Suatu ketika di sebuah platform media sosial, ada sebuah grup besar dengan anggota yang sangat banyak. Grup itu berkaitan dengan dunia alam liar, dan di situ, Janu menjadi salah satu admin lantaran sepak terjangnya. Setelah saya telusuri lebih lanjut, ternyata si Ndan Janu ini adalah founder alias penemu sebuah perkumpulan besar, dengan setidaknya membawahi 38 kabupaten di wilayah operasionalnya. Itu baru di Jawa Tengah.
Belum lagi yang di Jawa Barat, Jabodetabek, bahkan ada yang di Ambon dan Papua. Hingga detik ini, semua anggotanya pun masih aktif dalam kegiatan edukasi lingkungan, khususnya satwa liar. Perkumpulan yang dimaksud adalah Exalos Indonesia yang memiliki tagline "Penyelamatan dan Edukasi Ular Indonesia".
Adapun yang dilakukan para anggota Perkumpulan Exalos Indonesia hingga saat ini adalah memberikan edukasi tentang cara penanganan ular, di tengah maraknya konflik antara manusia dengan reptil menyeramkan ini, akibat pergeseran habitat. Caranya, selain melalui pelatihan penanganan evakuasi ular ke tempat yang lebih cocok untuk habitatnya, juga memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang kewaspadaan potensi konflik dengan ular.
Sebab menurutnya, bukanlah ular yang mengganggu manusia, melainkan manusia yang kini tinggal di habitat satwa liar tersebut. Sehingga untuk menghindari ketidakseimbangan alam dan rantai makanan, Exalos Indonesia berupaya memberikan edukasi lingkungan yang presisi.
Tidak cuma edukasi, di Exalos Indonesia juga ada upaya pertolongan pertama, ketika ular berbisa menggigit manusia. Beberapa bulan lalu, Exalos Indonesia membuat buku berjudul Penanganan Ular yang ditulis oleh Janu sendiri, dan saya sebagai editor sekaligus fotografer untuk beberapa model ular di buku tersebut. Begitulah perkenalan saya dengan Ndan Janu pada 5 tahun lalu, melalui tulisan tentang edukasi ular yang sering saya buat di website ini maupun yang lain.
Kini, Janu Wahyu Widodo telah menginjak usia 40 tahun dengan pengabdian kepada bangsa dan negara melalui caranya sendiri. Tidak dengan sudut pandang strategi pertahanan dan perang, mengingat pangkatnya Kopral Kepala yang bukan mengurusi manajerial seperti perwira dan bintara. Tapi dengan mengelola kegiatan sosial di masyarakat, melalui komunitas bermanfaat besar yang dia buat pada 2016 lalu, yakni Exalos Indonesia.
Apa yang dilakukan Janu tersebut adalah contoh sebenarnya dari makna TNI manunggal bersama rakyat. Meski tugas hariannya melayani keperluan di Kompi Perhubungan, Detasemen Markas Brigade Infanteri 6 Kostrad, namun di luar dinasnya Janu sudah 9 tahun aktif dalam kegiatan rescue dan edukasi. Tidak terhitung berapa nyawa tertolong dan berapa banyak ular telah menemui habitatnya kembali setelah konflik dengan manusia. Semoga banyak Janu yang lain tercetak di negeri ini.
Ditulis oleh Angiola Harry, founder Angrybow.com