Di Negara Lain Usia Seiring Pengalaman, Tapi di Indonesia

Angrybow
By -
0

Di beberapa akun Instagram yang membahas tentang ajang Job Fair tampak berkali-kali  posting  (tidak cuma 1 posting saja) yang isi kontennya adalah tentang para pencari kerja dengan usia di atas 50 tahun. 


Mereka umumnya pria berusia produktif yang sudah berumur setengah abad, menuju usia pensiun, dan masih berjuang mendapatkan kembali pekerjaan. Kenapa ada kata 'kembali' di kalimat di atas? Sebab umumnya mereka adalah korban PHK (pemutusan hubungan kerja).


Di saat banyak Job Fair di Indonesia membatasi usia maksimal pencari kerja, justru di negara lain malah membatasi usia minimal bagi pencari kerja. 

Di laman Oldest misalnya, yang diulas adalah usia minimal pencari kerja, supaya perusahaan tidak memancing minat anak-anak dan remaja -yang seharusnya masih sekolah, untuk bekerja.


"Ada negara yang tak punya ketentuan untuk melindungi anak-anak yang dilemparkan ke dalam kengerian dunia kerja, di usia yang begitu muda," ujar pemerhati dunia kerja dari India, Pratik Patil, seperti dikutip Hops.ID dari Oldest.org pada Sabtu (17/5/2025).


Dari laman Oldest tersebut diungkap bahwa negara dengan pekerja termuda adalah Brazil karena pemerintah negara tersebut membuat batas bawah usia minimal bekerja adalah 14 tahun, namun hanya sebatas magang. Sedangkan usia maksimal pekerja, tidak dibatasi.


Kemudian di Kanada, dikutip dari Terratern hanya mensyaratkan batas usia minimal bekerja di 18 tahun. Sedangkan usia maksimal, tidak ada, selagi masih produktif, mampu bekerja di bawah sistem pemerintahan Kanada, dan yang terpenting adalah memiliki pengalaman di bidang yang diperlukan. 


Sehingga yang usianya 40, 50, bahkan menjelang 70 tahun pun masih berani mereka bayar secara profesional. 


Sebab yang namanya pengalaman, bagi para penyedia kerja di sana, adalah hal yang mahal. Produk yang dihasilkan dari para pekerja profesional berpengalaman sangat matang, terbukti memiliki kualitas lebih hebat bahkan dari yang dibuat AI sekalipun.


Foto dari laman resmi Mahkamah Konstitusi


Lantas bagaimana dengan Indonesia? Justru malah negara ini membatasi usia maksimal bekerja di kisaran 30-35 tahun. Sebab, di usia tersebut pemberi kerja masih bisa membayar upah murah dengan pertimbangan pengalaman kerja yang belum banyak. 


Sedangkan  di atas rentang usia tersebut, perusahaan seperti takut membayar mahal karena pengalaman yang dimiliki calon pekerja. 


Sehingga boleh dibilang perusahaan di Indonesia malah memproduksi sesuatu yang dikerjakan oleh pekerja murah dengan pengalaman kurang.



Tak mau ketinggalan berkualitas, akhirnya muncul Petisi No. 35/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh seorang pekerja Leonardo Olefins Hamonangan, yang menggugat Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 


Leonardo menggugat bahwa pasal tersebut harus diuji materinya, sebab di pasal dan ayat tersebut dikatakan bahwa perusahaan bebas mengatur bagaimana cara merekrut seorang pekerja. Dalam hal batas usia, Leonardo menilai bahwa perusahaan semena-mena membuat batas usia.


Namun rupanya Mahkamah Konstitusi menolak seluruh isi petisi tersebut, sebab Ketua Majelis Hakim, Suhartoyo, menilai bahwa pembatasan usia bukanlah hal diskriminatif.


Bahwa diskriminatif terhadap hak asasi manusia (HAM) dapat dikatakan terjadi, hanya jika terdapat diskriminasi berdasarkan agama, suku, ras, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan pandangan politik. 


Dengan kata lain, persyaratan yang berkaitan dengan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan tidak bersifat diskriminatif. Namun Hakim Konstitusi, M. Guntur Hamzah, memiliki pendapat lain. 


Sehingga untuk pekerjaan tertentu, pemberi kerja tidak perlu membuat batasan usia. Pada pokoknya, menurut Guntur, seharusnya permohonan Leonardo dikabulkan, meskipun sebagian.


Tags:

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)

#buttons=(Baiklah!) #days=(20)

Website ini menggunakan cookies. Cek Dulu
Ok, Go it!