Mungkin sepuluh atau 15 tahun lalu, yang namanya komunitas masih sering dianggap sebelah mata. Sebab komunitas, dulu hanyalah tempat nongkrong dan menghabiskan waktu bagi para segelintir orang yang memiliki kesamaan hobi.
Seiring waktu berubah, yang tadinya hanya wadah untuk killing the boredom atau beraktifitas bareng untuk menghilangkan kebosanan, kini sebuah komunitas bisa menjadi tempat saling berbagi rezeki.
Salah satunya komunitas freelance dan lebih khusus lagi, para fotografer lepas. Kini banyak para fotografer lepas yang saling bantu di dalam satu komunitas, dengan prinsip komitmen.
Mereka saling percaya dan saling bantu, berbagi informasi pekerjaan lepas dengan harga jasa sesuai pasaran, sesuai waktu dan kemampuan, serta output pekerjaan yang juga disepakati bersama.
Maka saat ini, sebuah komunitas tidak lagi bisa dianggap remeh dalam menyumbang peningkatan ekonomi di suatu kawasan, bahkan mungkin di tingkatan yang lebih luas lagi.
Rentan Penipuan
Namun, perjalanan suatu komunitas, tidaklah mulus. Permasalahan bisa terjadi ketika pemberi kerja memerlukan waktu tunggu untuk menyelesaikan pembayaran tuntas.
"Ini salah satu problematika komunitas kami. Namun problem dari pihak pemberi kerja, masih bisa tertangani karena hanya masalah waktu pembayaran. Belum pernah kami menemukan pemberi kerja yang wanprestasi selama ini," ujar fotografer profesional Ardi Luna, yang juga pengelola sebuah komunitas fotografi lepas di Indonesia.
Sebab, menurut Ardi, pihak pemberi kerja yang memberi pekerjaan dengan harga jasa tinggi, mewakili sebuah institusi baik swasta maupun pemerintah, yang artinya membawa nama baik institusinya di hadapan pelanggan.
Yang menjadi masalah serius adalah wanprestasi dari pihak perantara pekerjaan atau yang kerap disebut vendor.
Kejadian tidak menyenangkan akibat sikap tidak profesional vendor, menurut Ardi, baru saja dialami salah satu anggotanya.
Ardi memaparkan ada salah satu anggota komunitas fotografer lepas yang dia kelola, dengan nama panggung Pram yang menghilang setelah mendapat pembayaran penuh dari pemberi kerja.
"Pram ini bertindak sebagai vendor dan korbannya adalah pekerja lepas yang dia tunjuk mengerjakan project-nya," ungkap Ardi, Kamis (10/7/2025).
Adalah Estu, sang korban yang merasa dirugikan secara materil dan tenaga kerja. Meski kerugian dirinya tidak sampai menyentuh belasan juta, namun potensi kerugian pemberi kerja, yakni pihak SMAN 22 dan SMKN 7 Jakarta.
"Pram sudah mendapatkan bayaran penuh dari pemberi kerja tapi tidak membayarkan komitmennya ke saya," ungkap Estu. Terpaksa Estu pun menahan hasil kerjanya, ke pihak pemberi kerja.
Akibat hal itu, pemberi kerja berpotensi menderita kerugian hingga ratusan juta, dari pekerjaan pembuatan buku tahunan siswa dan video yang seharusnya diserahkan Estu kepada Pram selaku vendor.
Saat 'dikejar' Pram mengaku memang belum membayarkannya kepada Estu. Hal itu lantaran dirinya sedang kesulitan ekonomi.
"Jangankan membayar, detik ini saja untuk membeli voucher listrik tidak bisa. Dibikin ramai juga tidak apa-apa, setidaknya saya sudah jujur dengan kondisi sekarang," ungkap Pram.
Pengelola komunitas, Robert, kemudian mengambil keputusan untuk menendang Pram dari komunitas fotografer lepas tersebut dan tetap menuntutnya menyelesaikan kewajibannya kepada sesama anggota, demi profesionalisme.
"Bagi Anda yang berbisnis fotografi, hati-hati dengan orang ini, silakan simpan nomornya dan tandai akun Instagram-nya," ujar Ardi.
Berikut nomor kontaknya 085770008535 dan akun IG milik vendor tersebut, www.instagram.com/rikbukutahunan untuk diwaspadai bersama.