Jadi, si ibu itu pejabat.... 

Jadi nama si ibu itu kayak nama pembantu saya yang udah pulang kampung. Maksudnya, sebagai orang Indonesia, seharusnya si ibu itu tak perlu berlaku sombong, karena semua hanya soal kesempatan dan nasib. Kesempatan dan nasib pun tidak banyak ditentukan manusia, karena ada Dia Yang Maha Kuasa yang menentukan keduanya.

Nah, jadi si ibu itu, eselon III di sebuah kementerian. Galaknya jangan tanya deh, anak buahnya bahkan bisa stres dibikinnya. Pokoknya tipikal bos besar deh jiwa dan mentalnya. Hartanya buanyak! Mobil di garasinya juga penuh. Jadi buat apa punya ambisi beli mobil lagi kalau garasi sudah penuh? Ah, itu bukan urusan kita ya para pembaca.

Suatu saat, si ibu ini berambisi mendapatkan mobil dinas ber plat nomor belakang RFS, RFT, RFR. Pokoknya yang berhubungan RF* misalnya plat mobil B 1234 RFS dan seterusnya. So that means she wants to show us, "Hey, gue pejabat nih. Jadi kalo gue lagi pake mobil plat RF di jalan, atau suami gue yang pake, atau anak gue, semua orang harus minggir ya! Khan gue pejabat gitu lhooooh.."

Ini cerita nyata 
nih bung! Banyak sekali terjadi saat ini, kelakuan pejabat macam si ibu itu.

Saya pun menceritakan tentang ibu itu ke ibunda. Tapi setelah mendengar penjelasan ibunda, saya jadi prihatin plus makin muak dengan pejabat jaman sekarang. Ibuku cuma minta aku tak perlu heran. Katanya cerita seperti itu sudah terjadi sejak jaman ayah saya masih hidup. 

Tahun 1990, ayah adalah kepala dinas (kadis) pemeliharaan fasilitas di ketentaraan, yang artinya kadis adalah juga level eselon III. Gile lu, taun 90 bokap gue udah eselon III. Ya sudahlah, bodo amat.


The shining person in the photograph is my dad


Nah, lalu ada tetangga rumah sesama kadis, tapi beda korps, yang kerjaannya cerewet ngeluh mobil dinasnya kok cuma jip kanvas. Ibu saya pun bilang sama almarhum ayah saya, "Pah, emangnya benar? Kadis akan dapat mobil dinas Kijang (ada kabar bahwa level eselon III akan diberi mobdin Kijang atau Twincam, tapi karena terbatas, jadinya bertahap). Papah dapat juga?" Lalu ayahku bilang iya, tapi harus cepat 'bergerak' supaya bisa kebagian. Ibuku pun sarankan, ya sudah segeralah, supaya tidak keduluan.

Tapi apa kata ayahku, "Kamu mau aku ngotot kayak si tetangga kita? Idih malu sama penghasilan. Kalau cuma mobil begitu insyaAllah papah beli bentar lagi. Itu kan cuma pengen dilihat orang di jalan bahwa dia itu pejabat militer. Ngapain? Orang di jalan juga ngga bakal peduli. Malah malu, ketahuan dong, pejabat kok jalan-jalan?"

Dan alhamdulillah sebelum ayah wafat, akhirnya mobil kebeli, malah lebih mantap dari Kijang dan Twincam. Dan lebih ironis lagi, meski tak kebagian mobil dinas bagus lantaran ogah ngotot demi sesuatu yang ngga penting buat negara, tapi ayah sering bawa pulang mobil dinas keren. Itu lantaran ayah sebagai kepala dinas pemeliharaan, kinerjanya tak diragukan lagi dalam memelihara fasilitas kantornya.

Alhasil dia sering dititipkan mobil pejabat tinggi yang sedang dinas untuk di maintain. Ngga nanggung kadang mobil itu dia bawa pulang ke rumah seminggu atau lima hari. Dan gonta ganti pula. Bulan ini bawa mobil mewah ini, bulan depan yang itu, dan seterusnya. Malah melebihi eselon III gayanya bokap gue. Jadi yang mau saya simpulkan adalah hidup itu ngga usah ngoyo kalo kata orang Jawa. Jalanin aja yang terbaik. Hasilnya pun insyaAllah bisa yang terbaik.