Seorang pengusaha wajib memiliki ketahanan mental yang jauh lebih besar dari para karyawan. Kenapa begitu? "Misalnya begini, katakan saja Anda adalah seorang pengusaha kuliner. Sepekan sekali Anda biasanya butuh bahan pangan sebanyak 100 kilogram dari Agen A. Beberapa pekan kemudian pasokan Agen A ke Anda menurun, dan dia bilang, 'Maaf saya kali ini hanya bisa memasok 95 kg saja ya.' mengecewakan bukan?," ungkap Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Yasid Taufik. 


Saung Singkong di Rancamaya


Maka apa yang terjadi? Pengusaha kuliner tersebut kehilangan kepercayaan kepada Agen A dan sekaligus kehilangan jumlah pelanggan. Karena akibat pasokan menurun dari Agen A, maka otomatis produksi kulinernya pun menurun juga pekan itu. Begitu juga Agen A, bisa jadi kehilangan konsumen potensial karena kemungkinan pengusaha kuliner tersebut akan beralih sumber pasokan ke agen lainnya. Pukulan-pukulan seperti itu hanya salah satu dari gejolak dinamika bisnis seorang pengusaha. Masih banyak lagi dinamika lainnya yang lebih berat. Maka Yasid berpesan agar tetap menjaga semangat.


Hal tersebut diungkapkan Yasid di sela soft launching (peluncuran awal) Saung Singkong di kawasan Rancamaya, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (23/1/2021). Maka untuk mendukung semangat kinerja yang tak boleh turun tersebut, Yasid mengingatkan untuk senantiasa menjaga rantai pasokan perdagangan. Diantaranya dengan menjaga hubungan jaringan kerja yang baik, bahkan kalau perlu memiliki cadangan rantai pasokan sendiri. Hal itu, lanjut Yasid, akan berkaitan erat dengan ketahanan pangan.






Mengupayakan ketersediaan pangan secara mandiri, kata Yasid, mungkin bisa jadi sebagai upaya untuk mengantisipasi gejolak bisnis akibat sebuah 'shock' dalam dinamika berbisnis kuliner, atau strategi sekunder. Tapi upaya kemandirian pasokan dalam bisnis kuliner, bisa juga dijadikan sebagai strategi primer. Seperti yang diupayakan oleh Abah Gozali dalam rantai bisnisnya. Abah Gozali adalah Ketua Komunitas Singkong Bogor (Kosibo) yang gencar membuat inovasi-inovasi kuliner berbahan dasar singkong.




Dalam berbisnisnya, Abah Gozali atau yang lebih suka disapa Abah ini, mengupayakan ketersediaan pasokan singkong serta bahan-bahan dasar sajian berbasis singkong lainnya secara mandiri. Misalnya, di salah satu menu makanannya, Pizza a la Cassava atau pizza berbahan dasar singkong. Hampir seluruh kebutuhan membuat pizza, dia ambil dari kebunnya sendiri. Sebelum melakukan launching di Rancamaya, Abah telah mendirikan saung kedai khas singkong di kawasan rumahnya sendiri, yang luasnya hampir 0,5 hektar di kawasan Pamoyanan, Batutulis, Bogor.




Baik di Pamoyanan dan Rancamaya, Abah melakukan pertanian mandiri untuk memasok bahan-bahan dasar produk kuliner khas singkongnya itu. Dari mulai singkong itu sendiri, pisang, cabai, bahkan hingga daun kenikir dan kedelai. Semuanya dia tanam di kebunnya di dua kawasan tersebut. "Maka upaya Abah merupakan salah satu dukungan terhadap upaya ketahan pangan nasional dan ini bagus sekali," ungkap Yasid dalam acara tersebut.


Selain juga bentuk dukungan terhadap ketahanan pangan, usaha Abah juga dinilainya sebagai dukungan terhadap penganekaragaman pangan nasional. Karena salah satu problem serius pemerintah, ungkap Yasid, adalah pemenuhan kebutuhan beras nasional. Beras -yang saat ini menjadi indikator bahwa negara ini sedang krisis pangan atau tidak, menjadi semacam PR besar pemerintah untuk senantiasa memasok ke seluruh daerah Indonesia. Padahal secara riil, bila melihat karakter pangan di Indonesia, tak semua daerah di Indonesia dari Sabang sampai Merauke, makanannya nasi.


Orang Ambon, tanpa nasi pun mereka memiliki makanan pokok sagu. Di Papua, masyarakat sana lebih memilih makan papeda dari pada makan nasi. Dan yang lebih dekat lagi dari Ibukota yakni daerah Cirendeu, Cimahi, bahkan satu desa tidak mau makan nasi dan memilih makan singkong. Maka yang Abah lakukan tersebut, menurut Yasid, juga menjadi contoh dalam upaya mengenalkan kearifan lokal dalam hal penganekaragaman pangan. 




Menanggapi hal tersebut, Abah mengatakan, dia beserta tim kerjanya memang terdorong melakukan pengembangan usaha itu lantaran sering memerhatikan hal-hal yang utama dari kearifan pangan. Yaitu bagaimana masyarakat Indonesia dalam hal pemenuhan pangan ini melakukan caranya sendiri. Dari situ Abah melihat, ada unsur upaya meringankan beban pemerintah dalam penyediaan beras sebagai bahan pokok pemenuhan karbohidrat masyarakat. 


Maka dimulailah usaha kuliner berbasis singkong tersebut sebagai dukungan untuk ketahanan pangan, penganekaragaman, serta edukasi pangan ke masyarakat. "Semoga apa yang kami lakukan ini juga cukup membantu mendukung ketahanan pangan dan penganekaragaman pangan nasional," ungkap Abah saat membuka Saung Singkong miliknya itu.


Namun kembali kepada fokus kelestarian pangan, seperti yang diungkap Yasid di awal pembukaan Saung Singkong, masih banyak hal yang harus dilakukan Abah dalam menjaga kelangsungan usaha tersebut. Karena usaha Abah yang sejalan dengan program pemerintah tersebut, hendaknya jangan sampai putus di kedepan harinya. Salah satunya dengan menjaga eksistensinya di pasar. Dan mempertimbangkan pada kondisi pasar saat ini, selain memiliki gerai pangan fisik, hendaknya Abah juga memiliki gerai pangan non fisik atau daring (online).


Saat ini, Saung Singkong tersebut masih didukung oleh gerai offline di Rancamaya dan Pamoyanan. Ke depannya, diharapkan Abah juga merambah ke gerai online dan bermitra dengan perusahaan-perusahaan startup digital. Dengan begitu, roda bisnis usaha kuliner yang mendukung kearifan lokal tersebut akan semakin luas jangkauannya dan juga semakin beranekaragam jenisnya. Dan pada akhirnya, masyarakat Indonesia akan 'melek' bahwa pangan-pangan lokal juga mampu memenuhi kebutuhan gizi seimbang. Tidak lagi berkaca pada indikator pangan tunggal.