Siapapun manusia, tampaknya akan mengalahkan rasa takutnya ketika orang yang sangat dicintainya disakiti di depan mata. Seorang ayah terperanjat hebat saat melihat langsung anaknya yang masih remaja, berhadap-hadapan dengan ular Raja Tedung (Ophiophagus hannah) atau King Cobra, yang ukurannya sekitar 2,5 meter. Kejadian itu tiba-tiba sekali. Dia mendengar si anak menangis berteriak karena tangannya kesakitan. Rupanya si anak digigit Raja Tedung tersebut. Si ayah tak pikir panjang, betapapun besarnya ular ganas itu, dia siap untuk meraih anaknya.

Entah berapa banyak kadar bisa (venom) yang masuk ke dalam tangan si anak, yang pasti si ayah langsung menyambar tubuh anaknya, membopongnya untuk diselamatkan. Saat tubuh anaknya berhasil digendong,  ular anang itu menyerang lagi, mengarah pada kaki si ayah. Namun ular itu tidak berhasil mematuk kakinya. 

Si ayah lalu berteriak memanggil istrinya dan meminta sang istri berbegas membawa anaknya ke rumah sakit. Ibunda si anak tersebut pun sempat panik, namun demi keselamatan si anak, dia langsung berteriak meminta pertolongan keluar rumah. Waktu adalah nyawa. 

Ada beberapa pemuda yang sedang nongkrong di sekitar rumahnya dan merasa terpanggil. Singkat cerita mereka pun diantar ke rumah sakit naik motor milik salah satu pemuda. Mereka terpaksa boncengan bertiga demi mengejar waktu: si anak korban gigitan, si ibunda, dan salah seorang pemuda tongkrongan yang punya motor.


Foto: Tribun Solo


Karena awalnya si ibu sempat berteriak panik meminta tolong dari depan rumahnya, salah satu pemuda 'tongkrongan' yang lain, jadi penasaran. Dia ingin mencari tahu, apa yang sebenarnya terjadi. Dan setelah mengetahui kejadian sebenarnya, yakni lantaran serangan ular, si pemuda penasaran ini pun menyambangi rumah korban. 

Dia melihat pintu rumah anak korban gigitan itu masih terbuka, pasca si ibu dan anaknya tadi pergi ke RS naik motor. Dia yakin bahwa ular itu masih di dalam rumah dan masih mengancam keluarga nahas itu. Mereka tinggal di perumahan yang letaknya di Samarinda, Kalimantan Tengah itu. Si pemuda pun masuk ke dalam rumah dan melihat, rupanya sang ayah masih berupaya mengatasi raja kobra itu. Mereka berhadapan satu sama lain; ular vs si ayah. 

Entahlah datang dari mana ular mematikan itu, tetapi hari itu tiba-tiba saja ada di dalam rumahnya, dekat dengan kamar mandi belakang. Kemungkinan datang dari sekitar kebun lebat di belakang area komplek perumahan itu, masuk dari atap rumah dan melewati tangga menuju lantai dua. Saat berhadapan dengan ular yang berkadar bisa tinggi itu, si ular kembali mengembangkan leher atasnya, sebagai tanda mengancaman. Desis terdengar cukup kencang dari mulut ular tedung besar itu. 


Foto: The Star Malaysia


Beruntung, pemuda yang tadi mengintai dan masuk ke dalam rumah, berhasil mengalihkan perhatian si ular. Sang ayah akhirnya dengan sigap memukulkan besi ke kepala Raja Tedung. Mereka berdua pun akhirnya bersama-sama mengeroyok ular dengan kayu dan besi hingga ular itu mati. 

Di sinilah kemudian ada yang unik. Si pemuda tadi, masih terus memukuli kepala ular itu padahal si ular sudah mati. Dia memukili terus, terutama di bagian mata. Ya, dia sengaja merusak mata si ular. Karena menurutnya mata raja kobra adalah ibarat pintu penghubung untuk mencari korban lainnya.


Penghubung bagaimana maksudnya?
Nah, entah ini asumsi si pemuda (dan banyak masyarakat lainnya) atau apakah sudah diteliti lebih lanjut, memang harus diperjelas. Namun pada intinya, ada tiga hewan yang diduga memiliki kemampuan merekam frekuensi otak manusia, yang telah membunuh mereka.
Ketiganya adalah hiu, kucing, dan king cobra. Secara teknis begini ceritanya, bila kita sengaja membunuh mereka, maka di ujung kematiannya (ketika sedang sekarat), mereka akan sengaja menatap mata kita. Di situlah, melalui matanya, mereka 'merekam' frekuensi otak kita.


Selanjutnya, saat king cobra itu sudah mati dan dibuang ke tempat sampah atau dibuang kemanapun bangkainya tanpa dirusak matanya, kemudian kebetulan ada seekor atau beberapa ekor king cobra lain yang lewat dan dia melihat matanya (mata bangkai temannya itu), maka walau si teman sudah mati, akan tetap terjadi semacam pertukaran data dari mata ke mata. Semacam telepati lewat mata, antara ular mati dengan ular hidup.

Data yang mereka dapat melalui mata bangkai temannya itu, tak lain adalah gambaran tentang kita, sebagai pembunuh temannya itu. Kemudian dari mata ke mata, data akan ditransfer, yaitu tentang rekaman wajah  kita, dan mungkin juga gelombang otak kita. Setelah selesai proses transfer data, si ular hidup atau teman si ular mati itu, yang sudah mendapatkan data tentang kita, akan berkeliaran, berusaha mencari kita. Selanjutnya kalau kebetulan kita ditemukan, maka mereka akan berusaha membunuh kita (menyerang). 


Tapi kalau lagi sial, ternyata ada orang yang frekuensi otaknya ternyata mirip kita, maka mereka juga ikut diserang. Maka jangan kaget bila tiba-tiba ada ular mengincar kita. Karena itulah, banyak orang yang merusak mata hewan itu tadi (hiu, kucing, dan king cobra) setelah mereka sengaja membunuhnya. 




Tapi sekali lagi ini belum diteliti lagi lebih jauh secara ilmiah. Silakan mencari literatur lebih lanjut tentang hal ini di mesin pencarian atau di perpustakaan, atau meneliti langsung bila Anda berminat meneliti tentang kemampuan visualisasi hewan-hewan tersebut. Kabar terakhir, si anak masih dapat diselamatkan namun setelah sempat masuk IGD dan harus dirawat selama sepekan.