Baiklah, langsung saja. Semua hal yang dipaparkan sesuai judul artikel ini adalah tentang menulis. Namun maksud penulisan dari ketiganya, sangat berbeda tujuannya. Untuk menulis konten (content writing), maka hal yang wajib dipenuhi adalah eksplorasi.

Kemudian untuk menulis copy (copywriting), yang utama dan satu-satunya tujuan adalah jualan. Dan jurnalisme (journalism), adalah menulis sebuah informasi yang mengandung nilai berita. Mari kita bahas sekilas satu persatu.


1. Content writing

Sesuai dengan namanya "penulisan konten" atau mengisi sesuatu dengan informasi, maka yang perlu dipahami betul adalah: hal-hal yang menjadi ketertarikan orang banyak, harus dipaparkan secara sistematis dan dengan susunan kalimat yang mudah dipahami. Misalnya, ada seorang pembuat konten (content creator) yang mengkhususkan dirinya pada hal-hal yang berkaitan dengan satwa liar. Dia tak bisa hanya menulis tentang 'Satwa liar itu apa?' tapi juga harus membuat fokus perhatian yang berkaitan dengan satwa liar.

Maka dia akan membuat beberapa rencana tulisan. Misalnya rencana menulis tentang satwa liar apa saja yang berpotensi menghadirkan bahaya bagi masyarakat. Lalu selanjutnya, dia bisa memilih tema tentang bagaimana teknik menangani satwa liar yang merangsek ke rumah seseorang, dan bahkan tentang pengaruh gigitan satwa liar berbisa terhadap manusia. Pada intinya, seorang content creator harus memproduksi tulisan-tulisan yang banyak manfaatnya bagi orang banyak, tak terkecuali soal tips dan rekomendasi. 

Tampak dari susunan rencana si content creator tersebut, adalah sebuah eksplorasi atau membuka wawasan sejauh mungkin tentang hal-hal yang menjadi konsentrasi dia dalam menyuguhkan informasi. Karena dengan melakukan eksplorasi, akan banyak informasi baru yang bisa terkuak dan disuguhkan ke publik, melalui tulisan yang nenyenangkan untuk dibaca. Tentunya, keahlian merangkai kalimat yang efektif dan efisien sangat diperlukan oleh seorang content writer.


2. Copywriting

Disebut tulisan copy karena ada unsur hasil produksi yang bertujuan untuk dijual ke publik. Maka tak ayal, seorang penulis copy (copywriter) wajib membuat tulisan yang mampu menggugah orang yang membacanya, untuk pada akhirnya memutuskan membeli produk yang dia paparkan. Ada teknik-teknik jualan yang diterapkan dalam menulis copywriting ini. Misalnya teknik yang mengandung unsur AIDA (attractive, interest, desire, dan action), hingga teknik menulis hard selling seperti ini "Jangan minum susu A ini, kalau tidak ingin kebugaran Anda bertambah 100% seharian."

Teknik AIDA misalnya, bisa diterapkan untuk menjual produk yang memiliki karakter khas, dengan implikasi yang jelas. Contohnya begini, "Johny (45 tahun) baru saja berhasil melakukan salto ke belakang tiga kali berturut-turut". Kalimat pembuka itu menandakan adanya unsur kemenarikan (atraksi) olahraga yang sedang digandrungi orang masa kini, yaitu parkour. Di olahraga tersebut, ada keindahan yang tampak dari cara orang mengolah tubuhnya seperti lompat dan salto. Pembaca yang melihat ternyata ada pria 45 tahun bisa salto, maka akan muncul ketertarikan sesuai segmen usianya.

Selanjutnya penulis copy ini harus meneruskan paparannya dengan interest, misalnya dengan menulis "Johny ternyata hanya perlu waktu 3 hari melakukannya". Kalimat itu semakin membuat penasaran pembaca, hingga muncullah desire atau keinginan. Kemudian penulis bisa melanjutkan desire tersebut dengan begini "Berdasarkan riset oleh lembaga A, B, dan C di seluruh dunia, otot manusia ternyata masih mampu menangani gerakan ekstrem hingga usia senja." 

Maka semakin banyak orang di rentang usia matang yang berhasrat untuk bisa melakukan hal itu. Dan akhirnya, tulisan ditutup dengan membuka jalan untuk mewujudkannya (action). Misalnya begini "Ingin segera mewujudkan keinginan Anda agar bisa seperti Johny? Datang saja ke ABC Gymnasium di Jalan Jakarta No 123. Ada diskon khusus bagi 15 pendaftar pertama!" Dari teknik AIDA tersebut, tampak jelas bahwa penulis ingin menjual jasa tempat berlatih olahraga. 


3. Journalism

Selanjutnya adalah penulisan warta atau kabar. Pemaparan warta (jurnalistik) jika dibandingkan dengan ketiga jenis tulisan sebelumnya (content writing dan copywriting) jelas memiliki perbedaan yang telak. Dibandingkan dengan penulisan konten, akan berbeda dari sisi fokus. Content writing lebih mengkhususkan diri kepada satu bidang, sedang jurnalisme memaparkan semua bidang. Jurnalisme bisa memaparkan tentang satwa liar, asalkan di dalamnya ada unsur berita (news value). 

Misalnya, saat content writer menulis tentang uraian bisa (venom) ular kobra, maka jurnalis menuliskan tentang akibat dari gigitan bisa ular kobra yang mematikan di rentang waktu sebulan ke belakang. Tampak sekali bahwa jurnalis merunutkan nilai informasi dari sisi yang berkaitan dengan antisipasi hingga urgensi kebijakan. Boleh jadi setelah membaca tulisan jurnalisme, pihak otoritas kesehatan di suatu kawasan akan mengajukan revisi undang-undang yang berkaitan dengan obat-obatan anti bisa atau bahkan mendatangkan tim penanganan lingkungan hidup.


Begitu pula fotojurnalistik adalah foto yang mengandung unsur kewartaan


Pada akhirnya tulisan jurnalisme adalah yang berkaitan dengan implikasi langsung yang memiliki kedaruratan (urgensi) di masyarakat. Tidak terlalu penting bagi pengambil keputusan atau bahkan tidak ada urgensi, maka dapat tampak lemah atau kuatnya nilai jurnalisme sebuah tulisan. Sementara ketika suatu tulisan jurnalisme mengandung unsur jualan, dia akan langsung diklarifikasikan sebagai tulisan advert atau copywriting dan dialihkan dari meja editorial ke marketing atau bagian penjualan.