Cara Bertahan para Visualis di Tengah Lesunya Ekonomi

Angrybow
By -
0

Pada 2024 dan awal tahun ini, banyak jurnalis, penulis, dan visual storyteller (fotografer dan videographer) tiba-tiba kehilangan pekerjaan. Anggaran perusahaan menipis, ruang redaksi terpaksa harus menyusut.


Ribuan orang terampil pun tersingkir dari pekerjaannya. Penulis berita mengistirahatkan pena dan visualisator gantung kamera. 


Khusus bagi para visualisator (fotografer dan videografer), untuk bertahan hidup berarti menggunakan lagi kameranya namun di bawah manajemen sendiri. Dalam hal ini, menjadi pekerja lepas atau merintis usaha.




Awalnya, upaya itu adalah semangat baru. Lagipula, mereka punya pengalaman bertahun-tahun, insting yang tajam, dan kemampuan untuk menciptakan karya yang nyaris sempurna. Namun, kenyataan pahit pun segera menghantam: terlalu banyak pemain baru yang memasuki bidang serupa, mengejar kelompok klien yang sama. 


Sementara di masyarakat, mereka sedang berjuang dengan biaya hidup. Penjualan layanan visual tersebut ternyata tidak seperti harapan indah para visualizer. Hasilnya? Persaingan ketat, permintaan rendah, dan pendapatan yang seret.


Meski begitu, kondisi tersebut bukanlah akhir cerita. Beberapa visualisator menyadari bahwa mereka tidak bisa hanya menjadi generalis. Menawarkan "fotografi" atau "videografi" saja tidak cukup. 


Spesialisasi dan Kolabs

Mereka justru mulai mengukir ceruk pasar: ada yang dikenal karena mengabadikan keunikan makanan dan penyajiannya, ada yang berspesialisasi dalam visualisasi real estat, dan yang lain ada yang berfokus pada kampanye LSM atau konten edukasi. Ya, dengan mempersempit cakupan, mereka tiba-tiba menjadi lebih menonjol.


Bahkan ada yang melihat kekuatan dalam kolaborasi. Alih-alih berjuang sendirian, mereka membangun jaringan dan membuat studio mini. Bersama-sama, mereka mampu membeli peralatan yang mumpuni, berbagi biaya pemasaran, dan tampil menjadi tim profesional. Hal itu membuka pintu untuk sebuah kontrak yang lebih besar nilainya — ​​dari pemerintah pusat dan daerah, lembaga, atau brand terkenal.


Promosi

Ada yang melangkah lebih jauh lagi dengan cara mencari klien dengan cara super-promo. Dari pada menunggu lowongan perusahaan media yang entah kapan muncul, mereka mendatangi restoran kecil, sekolah, operator pariwisata, dan bahkan klinik. 


Mereka menawarkan paket berlangganan seperti, "Empat pemotretan produk per bulan, dengan harga fix!" Akhirnya, mereka tidak hanya dapat pekerjaan, tapi mereka berhasil membangun pendapatan yang andal.


Content Creator

Ada juga yang sambil mencari klien, tapi mengarahkan lensa kameranya ke diri sendiri. Mereka mulai mengajar di depan kamera, menyelenggarakan lokakarya untuk kreator muda, atau menjadi kontributor microstock untuk konsumen internasional. 


Yang menjadi content creator dengan keahlian public speaking, mereka bercerita langsung di YouTube atau TikTok. Perlahan tapi pasti, mereka tidak hanya menjual jasa, tapi membangun audiens, pengaruh, dan sumber pendapatan online.



Begitulah transisi para jurnalis dan kreator visual saat ini. PHK besar-besaran memang menciptakan pasar yang padat dan rapuh. Namun, hal itu juga memicu ketahanan, re-inovasi, dan kolaborasi. 


Para visualisator yang bertahan, rupanya bukan hanya yang paling terampil menggunakan kamera. Mereka yang bisa beradaptasi, berspesialisasi, dan berani membangun cara baru penyampaian informasi ke publik, dialah yang bertahan.


Ada yang berhasil mendapatkan banyak klien baru, menemukan komunitas dan jaringan kerja, hingga yang memberi manfaat bagi diri mereka sendiri melalui pengalaman baru.


Tags:

Post a Comment

0Comments

Post a Comment (0)

#buttons=(Baiklah!) #days=(20)

Website ini menggunakan cookies. Cek Dulu
Ok, Go it!