Nelayan itu awalnya cuek saja mendengar suara gemuruh yang semakin membesar dari langit. "Ah cuma geludug dan petir di sela hujan deras," ungkapnya dalam hati. Namun siapa sangka pada hari Sabtu itu (9 Januari 2021), Hendrik, sang nelayan rajungan itu, akan mengalami hal yang tidak biasa di area penangkapan rajungannya di perairan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, Jakarta.

Dia pun tetap melanjutkan pekerjaannya setiap hari, mengangkat perangkap rajungan miliknya dari bawah permukaan air laut, memeriksa, dan mengambil rajungan yang tertangkap. Tapi suara gemuruh itu ternyata semakin membesar dan memberi efek getaran hingga menggetarkan dada Hendrik. Dia jadi bingung, sampai-sampai bolak balik menoleh ke kiri, kanan, dan ke belakang, "Jadi suara apa itu?" Yang pasti, yang dia lihat hanya butiran hujan deras yang menghujam wajah, tubuh, dan kapalnya.

Lokasi perairan lokasi tumpahan minyak

Suara itu akhirnya dia yakini bukan sekedar gemuruh petir di kala hujan deras. Namun lebih dari itu, tapi apa? Semakin lama suara gemuruh dan efek getarannya semakin terasa oleh badan. Malah mulai memekakkan telinganya. Hendrik yang mulai panik, terbesit bayangan yang mengerikan, yang saat itu hanya satu hal saja yang dia pikirkan, "tsunami!"

Dia pun makin ketakutan dan menarik tuas kecepatan kapal tangkap ikan kecilnya itu. Spontan suara mesin kapal jadi menggeber, dan laju kapal seperti motor yang tancap gas. Dia ketakutan oleh ancaman tsunami yang melintas di pikirannya. Kapal itu melesat kencang menuju daratan, yang jaraknya sekitar 3,5 mil dari bibir Pelabuhan Timur Pulau Lancang. Walau dia dan kapalnya sudah menjauh dari asal suara, tapi volume suara gemuruh tetap meninggi.

Dan tiba-tiba, terdengar suara dentuman, "Bumm!" dengan jelas. Hendrik masih tetap berpikir, jangan-jangan itu suara tsunami yang memecah gelombang atau gelombang tsunami itu yang sudah memecahkan kapal besar di sekitarnya. Baru saja dia berpikir seperti itu, terdengar dentuman kedua, namun dengan suara lebih pelan dan seperti suara dentuman terpendam. 

Dia pun kebut kapal kecilnya itu dengan kecepatan maksimal. Mungkin hingga 15 knot. Jarak menuju ke pelabuhan pun jadi semakin singkat, sekitar 1,5 mil. Dari kapalnya, yang dia kebut sekencang mungkin, terasa gelombang ombak yang meninggi perlahan. 

Dia pun makin panik, karena merasa prediksinya benar, yaitu terjadi tsunami. Dengan skill-nya yang sudah terasah, dia upayakan untuk segera bisa mencapai dermaga Pelabuhan Timur Pulau Lancang. Dari kejauhan, dia melihat dermaga semakin dekat karena kecepatan kapalnya yang super ngebut. Hingga akhirnya dia berhasil merapat ke dermaga pelabuhan, dia melihat beberapa orang berkumpul dan gelagat mereka seperti penasaran. Mereka tampak seperti sedang melihat, menerawang kejauhan. 

Kapal Hendrik pun berlabuh, dibantu oleh rekan-rekan sesama nelayan lainnya. "Ada apa jadinya? Itu di sana ada apa? Kalian lihat sesuatu tidak?" tanya Hendrik kepada rekannya yang membantu kapalnya merapat ke dermaga. 


"Ada pesawat jatuh katanya."

"Apa? Pesawat jatuh?"

"Iya kata orang-orang. Tapi saya juga tidak tahu pasti."


Setelah mengikat kapalnya di dermaga, Hendrik melihat salah satu nelayan senior yang juga ada di pelabuhan itu. Panggilan nelayan senior itu "Pak Palaloi". Umurnya sudah mendekati 60 tahun. Hendrik pun bertanya padanya. 


"Pak Palaloi ada apa ini?" 

"Sepertinya pesawat jatuh Hendrik"

"Apa iya pesawat, Pak? Saya tadi kira ada tsunami."

"Ah mana ada tsunami di utara."

"Tapi masak iya pesawat jatuh Pak?"

"Sepertinya iya. Banyak orang memperkirakan itu pesawat jatuh. Saya juga sudah kontak Abidin, dia katanya dari Pulau Rambut mau ke sini. Posisinya pasti dekat dengan suara itu. Biar kita tunggu kabar dari dia, semoga tidak ada yang membahayakan."


Di tempat terpisah, Abidin, bekas nelayan Pulau Lancang -yang kini berganti usaha (sebenarnya tidak berganti, namun lebih sering beralih) menjadi "Grab Kapal" alias melayani jasa transportasi penyebrangan antar pulau di Kepualuan Seribu, baru saja menutup telfon dari Pak Palaloi. Selain ditanyakan oleh Pak Palaloi tentang informasi suara dentuman keras di laut, Abidin juga ditanyakan tentang rencana membetulkan propeller kapalnya yang patah.

Pak Palaloi berencana membantu Abidin memperbaiki propeller (baling-baling) kapalnya. Saat itu Abidin membawa klien yang mencarter kapalnya ke Pulau Rambut. Setelah menerima kabar dari Pak Palalio tentang suara dentuman tersebut, dari Pulau Rambut, Abibin berjanji akan menuju lokasi asal suara tersebut. Pak Palaloi sendiri sudah memberikan prediksi lokasi suara. Sebagai nelayan senior dia bisa memprediksi dari mana suara tersebut.

Lokasi pesawat jatuh dilihat dari Pulau Lancang


"Saya rasa suara itu datang dari arah Pulau Laki," ungkap Pak Palaloi kepada Hendrik. Dan Hendrik pun sepakat dengan prediksi Pak Palaloi tersebut. Adapun Pulau Laki berada di barat Pulau Lancang, sedangkan Pulau Rambut, adanya di sebelah timur Pulau Lancang. Sehingga Pulau Lancang berada di tengah, antara Pulau Rambut dan Pulau Laki. Dan mengacu pada prediksi Pak Palaloi, maka asal suara dentuman tersebut adalah dari barat Pulau Lancang.

Setelah mengantar kliennya dari Pulau Rambut, Abidin mengisi bahan bakar untuk menuju arah Pulau Laki sesuai petunjuk Pak Palaloi. Waktu saat itu menunjukkan pukul 16.30 WIB. Di perjalanan itu, Abidin bersama dengan Mario, anak kandungnya. Setelah melewati kawasan perairan Pulau Lancang ke arah selatan, menuju Pulau Laki, Abidin menemukan tumpahan minyak di permukaan laut. Jumlahnya cukup banyak. 

Dia pun meminta Mario untuk memperlambat laju kapalnya menjadi sekitar 4 knot dan mengikuti tumpahan minyak tersebut. Ternyata jejak bekas tumpahan minyak itu cukup panjang. Dia meminta Mario untuk tetap mengikuti jejak tumpahan minyak tersebut. Dari bagian buritan kapal Abidin mencoba mengambil contoh tumpahan minyak tersebut dengan tangannya. Kemudian dia cium telapak tangannya. "Ini bensol (avtur)," ungkap Abidin dalam hati. 

Abidin (kanan)


Dia pun akhirnya meminta Mario untuk merekam koordinat posisi tempat mereka berada. Mario pun merekamnya dengan menggunakan aplikasi online pencatat koordinat di smartphone-nya. Tak lupa pula, hasil pencatatan lokasi koordinat tersebut dia screen capture dan disimpan di memori ponsel-nya. Bermodal hal itulah Abidin kemudian melaporkan ke Pak Palaloi sebagai salah tokoh yang dituakan di Pulau Sancang, bahwa kemungkinan besar dentuman itu adalah dari pesawat terbang yang jatuh ke laut.

Di darat, Pak Palaloi mengabarkan balik Abidin bahwa ternyata memang telah ada kabar dari Bandar Udara (Bandara) Soekarno Hatta, Cengkareng, mengenai pesawat yang hilang kontak sejak pukul 14.40 WIB. Pak Palaloi meminta Abidin untuk stand by di area lokasi tumpahan minyak, karena dirinya telah beberapa kali ditelfon oleh awak media, yang meminta keterangan kesaksian warga Pulau Lancang. Dan Pak Palaloi juga memberikan nomor kontak Abidin sebagai warga yang sedang di sekitar lokasi kejadian.

Dan benar saja, tak lama berselang, Abidin pun dihubungi beberapa pihak terkait kejadian itu. Alhasil, rekaman koordinat lokasi perkiraan jatuhnya pesawat berdasarkan temuan tumpahan avtur itu, yang disimpan oleh Mario di ponsel-nya, dibagi-bagikan ke pihak-pihak yang berkepentingan dalam pencarian korban. Adapun pesawat yang hilang kontak tersebut adalah Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ 182. Menurut pihak bandara, SJ 182 baru saja take off dan hilang kontak dengan menara ATC.