Bicara tentang konflik antara ular dan manusia, ternyata masalahnya tak hanya dari sisi umum saja, yakni saat keduanya saling berhadapan. Secara umum kita semua sudah tahu bahwa konflik ular dan manusia hingga saat ini telah menyebabkan banyak korban jiwa (lantaran ularnya berbisa tinggi). Masalah umum seperti, kejadian seorang balita tewas dipatuk ular jenis death adder di Papua, juga anggota Brimob tewas oleh ular yang sama, dan bahkan satpam komplek perumahan berpulang lantaran digigit ular jenis weling di Tangerang, memang tragis.

Namun jangan lupa juga bahwa korban dari sisi si ularnya sendiri, malah menimbulkan masalah baru. Kejadian belakangan ini lebih tragis lagi, dimana ada sekeluarga di Jawa Tengah tewas lantaran kesetrum perangkap tikus. Kenapa jadi perangkap tikus disalahkan? Ya, karena ular-ular sebagai predator tikus di sawah, banyak dimusnahkan. Pertanian menjadi industri besar, namun kurang diperhatikan sisi rantai makanan yang ada di sekitar. 


Foto: Pixabay


Alhasil ular yang berbisa tinggi maupun yang tak berbisa sekalipun, disikat petani. Sehingga predator tikus hilang, tikus merajalela sebagai hama. Tidak mau ambil pusing, dipasanglah setrum untuk perangkap tikus. Korban baru pun muncul. 

Maka yang terjadi adalah permasalahan ikutan. Ibarat vaksin ada istilah KIPI atau kejadian ikutan, di pertanian dan perkebunan pun, ada masalah ikutan: ular vs manusia. Lahan dan kebun beralih fungsi jadi perumahan, ruko, dan perkantoran. Ular-ular yang dulunya warga situ, akhirnya merangsek ke perumahan dan kantor, timbullah masalah baru. Kesemua hal di atas butuh edukasi biologi tentang apa yang harus dilakukan saat ini, secara bijaksana, supaya bagaimana konflik tersebut bisa mereda. Setidaknya ditekan dulu jumlah korban yang muncul dari hari ke hari.


Kesembronoan

Tak kalah pentingnya, yakni mengenai kesalahan penanganan. Masalah ini juga banyak memakan korban, yakni ketidaktahuan tentang karakter ular. Ingatkah? Seorang satpam komplek di Tangerang Selatan yang tewas dipatuk ular jenis Bungarus candidus atau yang sering disebut ular weling. Hal itu lantaran satpam tersebut menyangka ular yang bercorak kulit hitam putih itu, tidak berbahaya. Bahkan ketika dia digigit pun mengaku tidak sakit, sehingga dianggapnya ular itu tidak berbahaya. Alhasil tak sampai 1 jam kemudian dia dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya meninggal.

Kasus lainnya, pedangdut Irma Bule yang setelah bermain-main dengan ular King Cobra di acara pertunjukkannya, dia kemudian digigit di bagian paha. Bukannya malah berhenti dan mencari penanganan medis sesegera mungkin, malah tetap bernyanyi. Ternyata 45 menit kemudian dia pingsan dan tak tertolong nyawanya. Kasus serupa pun terjadi, seorang anak remaja di Kalimantan dipatuk King Cobra peliharaannya. Uniknya, warga sekitar percaya bahwa si remaja tersebut masih bisa hidup lagi bila bekas gigitannya dipatuk lagi oleh King Cobra yang sama. Alhasil, dari koma malah meninggal.


Foto milik TribunNews


Dari kesemua kasus itu, tampak bahwa ternyata masyarakat awam masih keliru dalam memahami bahaya ular. Menurut drh. Khalida Noor Sutedja dari IPB University, memang diperlukan mereka-mereka yang secara saintis menekuni dunia ular. Karena selama ini menurutnya, yang memberikan materi tentang ular berbisa adalah mereka yang tidak kompeten. Senada dengan drh. Khalida, salah seorang staf pengajar Fakultas Kedokteran Hewan IPB University, drh. Rahmat Hidayat pun mengatakan, memang pemateri edukasi tidak bisa hanya sekedar penghobi reptil dan penyuka ular. 

Walau tiap hari berkutat dengan ular atau biasa menangani ular, namun mereka tentunya tidak memiliki pengetahuan spesifik tentang, misalnya, kandungan LD50 di dalam bisa, (DO) Dissolve Oxygen, lalu bagaimana venom ular itu berproduksi di saliva glands, berapa persen kandungan zat ini, itu, bagaimana pula penanganan pasca kandungan tersebut masuk ke dalam darah, dan sebagainya. Maka drh. Khalida dan teman-teman seangkatannya di alumni IPB University dalam waktu dekat akan bergerak mengadakan edukasi tentang ular berbisa tersebut, khususnya kepada remaja.