Hari itu Senin, 11 Agustus 2013 sebagai tugas pertamaku di Singapura. Ya, sebuah media bernama The Citizen Daily yang berkantor di kawasan UB Avenue, Singapura, menugaskanku untuk mengikuti journalism short course bertema "Contrarian Journalism" selama hampir 3 bulan. The Citizen Daily sendiri adalah tempat kerjaku selama 2013-2014 sebelum akhirnya aku kerja menjadi outsource di Bank Indonesia, Jakarta Pusat. Desember 2014 melalui iseng-iseng, aku mencoba mengirimkan CV ke perusahaan head hunter di Jakarta Selatan. Alhasil berujung direkrut dan ditempatkan di Bank Indonesia.

Nah, kembali ke kursus singkat jurnalisme dengan tema aneh (aku sempat bertanya-tanya, "Apa lagi tuh Contrarian Journalism di dunia kewartawanan?"), akhirnya selama pelatihan tersebut, aku ditempatkan di Kampong Ubi Grenville. Oh ya, tentang Contrarian Journalism sendiri nanti akan kubuat ulasannya di lain waktu. Sementara Kampong Ubi Greenville adalah sebuah komplek apartemen yang sering dipakai oleh kantorku untuk menempatkan para korespondennya dari berbagai negara, ketika mereka ditugaskan ke Singapura. Dan kini giliran aku yang diinapkan di sana selama 3 bulan.

Singkat cerita, petang itu kami lelah setelah mengikuti pelatihan hari pertama Contrarian Journalism yang diselenggarakan di kantor. Kembali ke apartemen Kampong Ubi Greenville aku naik minibus yang disediakan kantorku bersama rekan jurnalis lainnya, yang tak lain adalah koresponden The Citizen Daily. Ada aku dari Indonesia, ada Vinod Krishnan dari India, dan Steven Augusto dari Brazil (paling senior). Kami sekamar bertiga. Aku, Vinod, dan Steven cukup sering berinteraksi, karena kedua jurnalis itu senang mengobrol. Terlebih Vinod, yang boleh dibilang kocak orangnya.

Kami bertiga sebenarnya sudah kenal sebelumnya lewat Skype meeting, karena kantor kami rutin melakukannya setiap pekan. Namun untuk bertemu muka satu sama lain, memang hanya ketika penugasan tersebut. Jadi lewat short course tersebutlah kami akhirnya bisa saling mengenal lebih jauh lagi. Di hari pertama kursus singkat itu, kami sepakat untuk bersama-sama memesan pizza untuk makan malam, sebagai bentuk welcome dinner bersama. Karena selanjutnya, kami makan sendiri-sendiri. 


Aku (paling kanan), Maria (istri Steven di tengah), dan Steven Augusto (kiri) pada suatu kesempatan tugas di Singapura 2014 lalu, di luar short course pada 2013.

Vinod dengan makanan yang bernuansa khas India, dimana rempah-rempah seperti menjadi bahan utamanya (kalau lagi makan aroma rempahnya, ampun deh, bikin pusing), kemudian Steven yang cenderung Asian style. Steven setiap harinya makan makanan yang mirip dengan makananku, kentang atau nasi dan kawanannya. Namun dia tidak suka sayuran. Sedangkan aku makan makanan yang mengandung nasi, sayur, dan lauk. Tapi pada akhirnya pilihanku jatuh pada nasi lemak. Ya, hampir tiap hari di sana aku makan nasi lemak atau kalau bosan ya makan fast food seperti McDonald meski tanpa menu nasi.

Kembali lagi ke makan pizza bareng, kesepakatan tersebut kami ambil karena setelah berdiskusi, hanya pizza-lah makanan yang bisa kami terima bersama. Kalau kami pesan nasi lemak, McD atau KFC, maka Vinod tidak ikut makan alias cari makan sendiri. Memang Vinod yang menjadi halangan utama dalam hal makan bareng di sana. Karena kultur makan orang India memang tidak sama dengan Indonesia dan Brazil. Aku dan Steven nyaris tidak ada perbedaan selera dalam hal makan selama kursus itu. 

Adapun menu pizza yang kami pesan dari gerai Pizza Hut di sana ada dua jenis, yaitu curry pizza dan fish chip (menu yang sedang populer kala itu) dengan ukuran jumbo. Tiga orang dengan dua pizza jumbo cukup membuat perut terasa penuh. Bahkan masih tersisa 2 potong pizza, karena memang mengenyangkan. Setelah itu, dengan perut yang sudah kenyang, kami pun mengobrol santai. Vinod menyalakan laptop canggih yang dia bawa dari India dan langsung online dengan hotspot, membuka YouTube. Dia memilih lagu-lagu manis untuk mewarnai suasana santai kami.


Bersama menuju UB Avenue untuk pelatihan

Sampai pada akhirnya terputar salah satu lagu nostalgia legendaris dari lantunan suara khas Stevie Wonder di era 80-an. Judul lagu tersebut tak lain adalah "I Just Called to Say I Love You" yang membuat kami secara serempak terdiam dari obrolan santai di ruang tengah apartemen itu. Perlu diketahui, apartemen yang kami tempati memiliki 1 kamar sehingga setelah sama-sama berembuk, akhirnya kamar tersebut hanya kami pakai untuk menaruh barang masing-masing. Sedangkan untuk tidur, kami bertiga tidur bersama di ruang utama apartemen atau ruang tengah.

Bait demi bait lagu kami dengarkan dengan penuh penghayatan hingga selesai. Vinod kemudian berujar, "I really love this song." Dibalas dengan nada sama, "Same here. I too love this kind of a hits," oleh Steven. Dan aku, sebelum menyatakan hal sama, meminta mereka untuk tidak berkomentar dahulu. "Okay, since we all have the same feeling about this song, I want us to write the reason," ujarku. Awalnya mereka heran, mengapa harus seperti itu. Lalu kujelaskan bahwa tujuannya supaya tidak saling mendukung pendapat. 

"When you explain about the reason Vinod, I afraid Steven has a same opinion with you, and of course he doesn't want us to consider that he follows your opinion, right Steven? Don't forgot that you two and I are journalist, we use to explain all thing by writing, aren't we?" Akhirnya mereka pun menyetujui untuk menuliskannya. Dan setelah kami menuliskan masing-masing alasan mengapa kami menyukai lagu itu, ternyata jawabannya cukup menakjubkan.

Vinod, Steven, dan aku pada intinya menjawab bahwa kami menyukai lagu ini karena menggambarkan tentang dukungan semangat bagi Nelson Mandela yang telah ditahan di penjara selama 20 tahun. Seperti diketahui, Nelson Mandela ditahan di Robben Island dengan pengamanan maksimum sejak 1964. Dia dipenjara di sana selama 10.052 hari atau 27 tahun. Lewat lagu itulah Stevie Wonder mengekspresikan kepedulian mendalam atas Nelson Mandela melalui lirik lagu yang kuat makna dan irama yang indah. 




Dan berikut lirik lagu "I Just Called to Say I Love You"


No New Year's Day to celebrate

No chocolate covered candy hearts to give away

No first of spring, no song to sing

In fact, here's just another ordinary day

No April rain, no flowers bloom

No wedding Saturday within the month of June

But what it is, is something true

Made up of these three words that I must say to you

I just called to say I love you

I just called to say how much I care

I just called to say I love you

And I mean it from the bottom of my heart

No summer's high, no warm July

No harvest moon to light one tender August night

No autumn breeze, no falling leaves

Not even time for birds to fly to southern skies

No Libra sun, no Halloween

No giving thanks to all the Christmas joy you bring

But what it is, though old, so new

To fill your heart like no three words could ever do

I just called to say I love you

I just called to say how much I care, I do

I just called to say I love you

And I mean it from the bottom of my heart

I just called to say I love you

I just called to say how much I care, I do

I just called to say I love you

And I mean it from the bottom of my heart

Of my heart

Of my heart (baby, of my heart)