Transmisi Kebijakan BI ala Tukang Bengkel

Mohon maaf bila tulisan ini lebih mudah dipahami kaum lelaki ketimbang perempuan, karena pengibaratannya. Tapi dengan storytelling kami mencoba menguaknya secara sederhana.


Lelaki biasanya dekat dengan otomotif atau mesin kendaraan. Dalam istilah otomotif ada yang namanya sistem transmisi. Ada dua kata di situ, yakni "sistem" dan "transmisi" yang harus dijabarkan. Transmisi adalah singkatan dari transformasi misi, yang dimaksudkan untuk memutar mesin. Kemudian dalam otomotif, mesin memiliki dua tugas. Pertama, memadu bahan bakar sehingga mesin tersebut berputar, kedua, mesin yang sudah berputar harus bisa mempengaruhi benda-benda lain di dalam mesin, agar kendaraan berjalan berjalan. 


Itulah yang disebut dengan sistem transmisi otomotif, yang di dalamnya terdapat instrumen berupa komponen bahan bakar, mesin, dan roda. Sehingga pada intinya, seperti manusia yang memiliki misi, otomotif juga punya misi. Yaitu bagaimana membuat sebuah mesin menyala dan stabil, lalu mesin itu akhirnya menggerakkan benda. 


Bagaimana? Mungkin masih rumit untuk dimengerti, terutama bagi pembaca perempuan. Kalau begitu, untuk memudahkan pemahaman tentang transmisi bagi perempuan, bisa dimulai dari sebuah hakikat: semua manusia memiliki misi dalam hidupnya. Ada misi kemanusiaan, ada misi keuangan, ada misi perjuangan, dan sebagainya. 

Nah itulah yang disebut sistem transmisi kehidupan, yakni memadukan tujuan-tujuan hidup, agar hidup terus berjalan. Transmisi dalam hal kehidupan maupun otomotif, pada hakikatnya pun sama. Yaitu ada misi pertama, misi kedua, ketiga, dan seterusnya yang berpadu dalam sebuah sistem. Proses berkesinambungan dalam sistem itulah (baik sistem permesinan maupun sistem kehidupan) yang dinamakan sistem transmisi. 


Transmisi kebijakan

Kemudian mari terapkan misi-misi itu dalam kegiatan moneter. Ah, apalagi moneter? Pokoknya begini saja, kalau kita ingin belanja, pastikan di dompet ada duit. Nah, kebijaksanaan kita dalam menggunakan uang di dompet itulah yang disebut kebijaksanaan fiskal. Kemudian, bagaimana caranya agar kita bisa terus mengisi dompet dengan uang? Nah, itu yang dimaksud dengan moneter, yaitu memastikan supaya kita selalu ada duitnya, untuk isi dompet. Istilah anak sekarang adalah monetisasi atau monetize.


Bank Indonesia dalam publikasi dan berbagai kebijakan yang diumumkan ke publik, selalu menerangkan proses-proses kompleks yang terjadi di dalam sistem perekonomian. Dan proses itu yang dinamakan dengan transmisi kebijakan moneter. 


Mereka menerangkan bagaimana misi kebijakan moneter ketat menjadi misi pertumbuhan ekonomi atau bagaimana misi kebijakan moneter longgar menjadi misi penurunan inflasi. Semua itu dituntaskan oleh transmisi. Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya merupakan proses yang kompleks, yang dapat dipengaruhi tiga faktor. 


Ketiga faktor yang mempengaruhi itu adalah faktor interaksi berbagai pihak -dari mulai perilaku bank sentral, perbankan, dan pelaku ekonomi lainnya. Faktor kedua, yakni berapa lama tenggat waktu kebijakan moneter ditransmisikan, sehingga berpengaruh ke sektor riil dan keuangan (lag of monetary policy). Dan terakhir, faktor perubahan ekonomi dan keuangan. Faktor terakhir inilah yang dapat mengakibatkan perubahan pada saluran atau jalur transmisi kebijakan moneternya. Ini pun akan kita bahas lebih lanjut.


Jadi yang orang tahu hanyalah begini: di suatu waktu, ada sebuah kebijakan dari Bank Indonesia. Pasca kebijakan diumumkan, terjadilah turun naiknya inflasi di masyarakat. Bagaimana prosesnya? Itulah yang disebut transmisi kebijakan, yang bahkan sebagian pegawai Bank Indonesia sendiri menyebutnya sebagai "blackbox", yang mereka sendiri bahkan tak tahu apa saja yang terjadi di dalamnya.





Blackbox

Apa isi dari "blackbox" transmisi kebijakan ekonomi? Tampaknya, untuk memahami transmisi kebijakan moneter ini, memang lebih mudah bila kita kembali mengibaratkannya ke sebuah kendaraan. Dimana sebuah kebijakan bisa kita ibaratkan seperti mesin kendaraan yang berhasil membuat kendaraan melaju. Hasil dari sebuah kebijakan, adalah kendaraan berhasil beranjak jalan (karena mesin itu). Lalu, memangnya ada apa di balik mesin menyala, yang menyebabkan roda kendaraan berputar? Itulah sistem transmisi. 


Pada kebijakan ekonomi moneter, yang ada di balik transmisi kebijakan ekonomi moneter tadi diistilahkan sebagai "blackbox" atau kotak misterius yang terkadang tidak bisa diprediksi atau ditebak. Inilah yang akan menjadi rumit pembahasannya.

Bila pada kendaraan, baik pada kendaraan bertransmisi manual maupun otomatis, ada perbedaan (rasio) kecepatan -dimana rasio kecepatan transmisi manual biasanya lebih cepat dari otomatis. Di kebijakan moneter pun sama. Ada perbedaan kecepatan, dimana kebijakan yang dihasilkan membutuhkan penyesuaian penerimaan dari masyarakat. Hal itu akibat adanya jalur transmisi kebijakan. Jalur transmisi kebijakan inilah yang menghasilkan rasio kecepatan atau proses perjalanan (lag).


Istilah rasio kecepatan antara kendaraan manual dan otomatis disebut lag of time atau perbedaan akselarasi. Pada kebijakan moneter, istilah lag of time itu adalah perbedaan proses output kebijakan ekonomi, lantaran adanya interaksi pihak-pihak tertentu.


Keinginan (demand)

Kembali dulu ke otomotif (kendaraan bertransmisi manual), kita akan menemukan pedal gas yang tentunya dipakai untuk nge-gas dengan kecepatan berbeda-beda. Sekarang bayangkan, ketika naik kendaraan manual di gigi satu atau transmisi ke-1, lalu kita nge-gas poll, apa yang terjadi? Mesin akan meraung dengan suara tinggi bukan? Sehingga untuk bisa berkecepatan lebih tinggi lagi, maka kita perlu pindah gigi. Seperti diketahui, roda gigi 1 lebih lambat dari roda gigi 2, lalu roda gigi 2 lebih lambat dari 3, dan seterusnya.


Pada transmisi kebijakan moneter, bantuan roda-roda gigi disebut jalur atau saluran. Jalur-jalur transmisi kebijakan tersebut, bisa menghasilkan output yang beranekaragam. Sama seperti transmisi kendaraan, gigi 1, 2, dan 3 memiliki output berupa kecepatan, yang berbeda satu sama lain.


Sedangkan pada kebijakan moneter jalur-jalur transmisinya adalah jalur peredaran uang, jalur suku bunga pasar, jalur kredit bank, aset, jalur ekspektasi, dan jalur nilai tukar. Jalur suku bunga pasar, menghasilkan output ekonomi berbeda di masyarakat. Kemudian output jalur kredit bank, jalur nilai tukar, juga menghasilkan output tersendiri.


Misalnya pada jalur perbedaan uang, bagaimana bila peredaran uang diperbanyak? Atau dengan kata lain bagaimana bila jalur ini kita gas poll saja? Maka akan terlihat output inflasinya setinggi apa. Juga bila kita nge-gas di jalur suku bunga. Pengaruhnya ke inflasi akan seperti apa? Dan seterusnya. Proses tersebut lagi-lagi tak beda jauh dengan berkendara. 


Bagaimana bila kendaraan tersebut berada di roda gigi 1, lalu kita injak pedal gas dengan kekuatan penuh? Bagaimana bila di roda gigi 2 kita injak pedal gas dengan kekuatan lemah? Semua akan menghasilkan kecepatan (output) yang berbeda. Begitulah proses dalam jalur transmisi kebijakan moneter, ada yang mudah dan ada pula yang kompleks. Semua tergantung kebijakan moneter yang dihasilkan. 

Pada akhirnya, hasil dari masing-masing jalur transmisi kebijakan moneter (jalur peredaran uang, jalur suku bunga pasar, jalur kredit bank, aset, jalur ekspektasi, dan jalur nilai tukar) adalah permintaan atau keinginan pasar (demand). Sedangkan hasil dari jalur transmisi kendaraan atau gigi 1, 2, dan 3, adalah kepuasan pengemudi, yang berlatarbelakang sama dengan transmisi kebijakan moneter, yakni keinginan berkendara (apakah kepingin ngebut atau nyantai). 


Ada permintaan domestik seperti belanja negara dan kebutuhan pasar domestik. Ada pula permintaan eksternal, di antaranya ekspor dan impor. Kesemua permintaan itu, secara lingkup besar menjadi sebuah permintaan agregat. Jalur-jalur ini secara total akan mendorong PDB (Pendapatan Domestik Bruto) negara.


Kapasitas

Namun perlu diingat bahwa pendapatan negara berhubungan dengan kapasitas. Bila kapasitasnya meluap, dimana negara menghasilkan produksi yang banyak, maka permintaan kemungkinan tidak banyak karena stoknya berlimpah. Apalagi bila produksi kuat sementara masyarakatnya efisien, maka permintaan akan turun dan kapasitas semakin tinggi. Di sinilah akhirnya kita memahami tujuan ekspor, dimana barang produksi sedang melimpah. Ekspor maupun impor suatu negara, termasuk dalam permintaan eksternal.


Sedangkan supaya negara bisa menghasilkan produk, maka negara itu perlu belanja. Kebutuhan, anggaran untuk belanja negara itulah yang kemudian disebut sebagai permintaan domestik. Lalu anggaran belanja negara dari mana untuk keperluan permintaan domestik tersebut? Salah satunya, bisa didapat dari hasil ekspor. Berapa duit yang didapat dari ekspor, itulah duit negara. Tapi tak jarang juga negara yang kurang bahan baku, mengajukan permintaan impor, karena merasa tak kuat berproduksi. 


Tapi -ini kalau terpaksa, bisa juga kebutuhan anggaran belanja negara didapat dari penambahan kebutuhan uang, seperti menambah jumlah uang dan mengedarkannya. Permintaan atas uang inilah yang tadi disebut jalur peredaran uang. Dan tentu, ada outputnya terhadap inflasi. Jalur ini beda lagi pembahasannya dan sudah dibahas di artikel ini: Mekanisme Sanering


Pada akhirnya, seluruh proses permintaan itu -baik domestik maupun eksternal, akan berhubungan langsung dengan permintaan agregat (keseluruhan). Semua permintaan agregat, yang terjadi di seluruh dunia saat ini, bergantung pada kapasitas ekonomi yang dihasilkan semua negara. Bila terjadi kesenjangan antara permintaan dan kapasitas, dimana permintaan lebih tinggi dari kapasitas atau sebaliknya -kapasitas ternyata melimpah sehingga permintaan menjadi rendah, maka akan terjadi output gap. 


Output gap inilah yang kemudian berpengaruh pada inflasi suatu negara. Selanjutnya tinggal bagaimana negara bisa memanajemen kapasitas dan permintaan. Tapi perlu juga diingat bahwa permintaan, kapasitas, dan output gap adalah teori atau asumsi. Bisa jadi prakteknya tidak begitu. Namun yang pasti adalah, kebijakan moneter diproses dalam transmisi kebijakan dan memberi hasil akhir yang disebut inflasi atau output.




Post a Comment

0 Comments