Goyang Dombret, terkait sebuah judul lagu dangdut yang pernah populer oleh Denada Tambunan beberapa tahun lalu. Tak hanya sekedar judul lagu. Ada makna menarik tersimpan didalamnya. 

Ini dikutip dari catatan kuliah Sosiologi Umum yang diberikan dosen saya Erwiantono di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 1997 lalu.


Jadi begini, Dompret adalah sebutan yang awam dikenal di wilayah Pantai Utara (Utara) pulau Jawa. Biasanya istilah ini sering disebut masyarakat Blanakan, Subang, nelayan Tanjung Pasir, Tangerang bahkan di pantai Selatan Pelabuhan Ratu, Sukabumi.



Foto: Istimewa
Dompret ternyata mengandung makna tradisi yang mistis dan sangat erat hubungannya dengan Larung Sesaji. Baik Dompret maupun Larung Sesaji merupakan rangkaian pesta laut, yang pergelarannya sangat ramai. Keduanya ialah pesta rakyat yang banyak sekali dikunjungi penduduk sekitar wilayah pantai. Mereka menyaksikan perahu yang dihias dengan berbagai kertas warna-warni, berisi sesajen, makanan, dan kepala kerbau untuk dihanyutkan ke laut sebagai persembahan. 

Menghanyutkan sesajen ke tengah laut itulah yang disebut sebagai Larung Sesaji. Masyarakat disana percaya, bahwa sikap saling menghormati antara penguasa laut dengan pencari ikan di laut akan menguntungkan. Pasalnya, masyarakat pesisir pantai umumnya menggantungkan hidup di laut, yakni menangkap ikan untuk menghidupi keluarganya. Mereka pun percaya bahwa dengan membuat senang penguasa laut, hasil tangkapan akan melimpah. Sehingga cara yang paling jitu menyenangkan penguasa laut adalah dengan menurunkan sesaji ke tengah laut. 

Sementara tentang siapa penguasa laut yang dimaksud, saya tidak membahas lebih lanjut karena terlalu mistis dan multitafsir. Yang pasti, masyarakat pantai Selatan menganggap penguasa laut adalah Ratu Pantai Selatan. Anda tentu sudah bisa menebak siapa penguasa itu.


Di lain hal, Larung Sesaji umumnya dilakukan pada awal pagi hari, sesaat setelah matahari terbit. Mereka menghanyutkan sesaji ke laut termasuk kepala kerbau yang telah dipotong di darat (bahkan menurut cerita nelayan setempat, ada yang membawa kerbau hidup-hidup kemudian disembelih di atas laut, agar darahnya tumpah di laut). 


Setelah itu barulah diiringi nelayan-nelayan lainnya mencari ikan. Namun, inilah yang menarik. Masyarakat ternyata memiliki jadwal Larung Sesaji, yang entah darimana dan bagaimana mendapatkannya. Pasca melakukan Larung Sesaji, biasanya nelayan akan mendapat banyak ikan. Belum ada yang meneliti hubungan antara suksesnya Larung Sesaji dengan banyaknya ikan yang didapat. Anda  berminat?


Setelah sukses dengan tangkapannya, para nelayan pulang ke darat dengan hati sumringah, gembira dan berseri. Menjelang malam hari, dimulailah pesta laut pasca suksesnya melaut. Selain hiburan musik, pasar malam dan lain sebagainya, di pesta laut tersebut ada pesta tari-tarian yang sangat dinantikan, yaitu menari bersama Dompret.


Dompret ini ialah gadis-gadis kecil yang masih bocah yang rupanya umurnya belasan tahun. Mungkin dibawah limabelas tahun. Dompret memiliki kemiripan dengan Ronggeng, yakni menerima uang yang diselipkan ke dada penari oleh para pria yang menari bersama mereka. Saya sendiri tidak tahu apa bedanya Dombret dengan Ronggeng secara khusus. Namun yang pasti walau tampak seperti pelecehan seksual, tapi kehormatan para penari belia itu tetap dijaga.


Anda jangan coba macam-macam dengan para Dompret ini, selain mencuri-curi cium pipi dan sedikit colek-colek (itu kata nelayan). Karena disana telah bersiap para jawara atau yang disebut Jeger alias jagoan yang berjaga di sekitar. Jika ada perbuatan yang membuat sakit hati para Dompret, maka sang Jeger akan membuat perhitungan khusus.