Jawaban “Tak tahu” dan “Belum membaca isi Peraturan Pemerintah yang ditanyakan” terlontar kompak dari mulut para supervisor swalayan ritel. Beberapa swalayan ritel ternyata mempromosikan diskon khusus bagi konsumen yang membeli lebih dari satu produk susu formula. Bahkan di salah satu media massa, ada agen distribusi produk makanan bayi yang terang-terangan mengiklankan bahwa setiap pembelian produk-produk susu formula dari supplier-nya, akan disisihkan Rp 50,- untuk disumbangkan! 


Padahal dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33/2012 tentang Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif yang diteken Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono 1 Maret 2012,  produsen susu formula dilarang mengiklankan produknya di media massa, baik cetak dan elektronik, maupun media luar ruang. Peraturan ini melaksanakan ketentuan Pasal 129 ayat (2) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dan sudah disosialisasikan ke Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) untuk diteruskan ke bawahnya, termasuk toko makanan bayi, ritel, dan pedagang eceran.

"Iklan susu formula menghambat program pentingnya pemberian air susu eksklusif, yang sangat berguna bagi kesehatan bayi," tandas Direktur Bina Gizi Kemenkes Minarto kepada media massa, Maret lalu. Ditegaskannya, produk susu formula juga dilarang terlibat dan menjadi sponsor pada kegiatan dan layanan kesehatan pada bayi. Termasuk promosi berkedok pemberian sumbangan dari produsen susu formula pada acara-acara terkait bayi. 
Lebih rinci, bentuk dukungan dan promosi terlarang itu yakni praktek pemberian sampel produk susu formula, termasuk memberikan brosur pada ibu hamil, ibu habis melahirkan, dan tenaga kesehatan. Sehingga sarana layanan kesehatan harus bersih dari segala bentuk iklan dan kegiatan promosi susu formula. Hanya satu yang dibolehkan produsen yakni memaparkan informasi tentang susu formula.

Lantas bagaimana dengan produsen kebutuhan bayi, dirugikankah mereka? Berdasarkan PP Nomor 33/2012, komunikasi tentang perawatan bayi hanya boleh mencantumkan nama produsennya, bukan produknya. Semua materi komunikasi diharuskan mencantumkan perhatian tentang pentingnya pemberian ASI. Bila ada dalam materi tersebut berisi perbandingan ASI dengan produk, maka produsen akan dikenai pelanggaran peraturan.
Penerapan PP Nomor 33/2012 ini sendiri bukan tak kenal kompromi. Pedagang tetap boleh memajang produk susu formula dari berbagai produsen makanan bayi, namun harus bersama dengan varian produk-produk lainnya. Dalam arti, pedagang tak hanya memajang produk tunggal susu formula saja di etalasenya, namun produk susu lainnya.

Sosialisasi yang benar

Kemudian, setiap produsen biasanya sering mengadakan program-program khusus, demi tercapainya penjualan. Salah satunya, sosialisasi "Pentingnya Minum Susu" oleh sebuah agen produk susu terkemuka pada 2010 silam. Agen itu memajang poster ajang sosialisasi tersebut dan menginformasikan adanya hadiah bagi konsumen yang membelanjakan uangnya hingga Rp 40 ribu, terhadap produk yang terkait agen itu.
Dalam poster tersebut dipaparkan pula produk-produk susu, dari mulai susu pertumbuhan anak, susu ibu hamil, hingga susu batita. Namun tidak memaparkan gambar produk susu formula, meski agen tersebut sebenarnya memasarkannya. Yang terpenting, dalam poster itu disebutkan, "Tidak berlaku bagi pembelian produk susu bayi dibawah satu tahun". 

Lalu bagaimana dengan kekhawatiran pedagang kecil atas peraturan ini? Berdasarkan PP Nomor 33/2012, penjual boleh memberikan informasi tentang susu formula, dengan syarat setelah adanya permintaan khusus dari sang ibu. Bahkan dibolehkan memberi sampel susu formula, bila diminta. Pasalnya, ada sebagian ibu yang air susunya tersendat bahkan tidak keluar di saat setelah melahirkan. Bila ibu tersebut menelefon produsen susu formula dan meminta mereka memberi penjelasan, saat itulah yang tepat untuk memasarkannya.

Lantas bagaimana bila ibu tersebut meminta pendapat petugas kesehatan rumah sakit? Dalam PP Nomor 33/2012 dijelaskan bahwa tenaga kesehatan boleh menjelaskan mengenai suisu formula. Namun batasannya ialah harus tetap mendukung program pemberian ASI eksklusif serta tidak mengesankan bahwa susu formula lebih baik dari ASI. Petugas kesehatan pun dilarang memberikan sampel susu formula bagi ibu yang baru melahirkan.

Sosialisasi tentang penanganan informasi seputar susu formula ini, selain untuk mendukung resolusi World Health Assembly (WHA) atas hak ASI eksklusif selama enam bulan, juga untuk menekan pelanggaran penjualan susu formula. Produsen susu menargetkan penjualan industri susu olahan pada 2012 ditargetkan mencapai Rp33,17 triliun, meningkat tujuh persen dibandingkan proyeksi tahun lalu Rp31 triliun. Peningkatan, didukung pertumbuhan volume penjualan susu olahan tahun ini.