Beberapa jurnalis muda, yang hidup di era serba cepat dan berseliweran informasi, wajar agaknya bila ada satu atau dua informasi yang lolos. Masalahnya, bagaimana bila informasi yang lolos itu adalah yang sangat penting? Ya, begitulah yang terjadi dalam perhelatan menuju Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ini. Angrybow menerima beberapa pertanyaan dari para jurnalis muda, baik dari Indonesia maupun yang dari luar negeri. Mereka seperti kecolongan akan informasi yang sedang berkembang. Dan inilah storytelling dari G20 Bali.







IG live reports


Kelengahan mereka, umumnya karena kurang sering memantau website resmi G20. Karena di situlah informasi-informasi termutakhir menuju puncak acara disebarluaskan. Dan tak hanya mengandalkan informasi yang muncul di website resmi G20 tersebut, namun juga para jurnalis harus aktif memantau lebih jauh melalui help desk mereka. Seperti menanyakan ke email para committee dan juga memanfaatkan fasilitas online chat yang tersedia. Karena yang sangat, sangat, dan lagi-lagi sangat (lebay mode on) harus diperhatikan adalah ketika kegiatan G20 ini -baik di ajang utama maupun ajang sampingan (side event), semuanya harus sesuai dengan data yang telah registered. 

Misalnya, pada side event Tri Hita Karana yang merupakan bagian dari B20, para jurnalis yang meliput harus ada datanya di dalam rekaman registrasi mereka. Maka mereka akan melakukan verifikasi data para jurnalis terlebih dulu, kemudian bila memang tampak sudah masuk dalam daftar registrasi mereka, barulah kita diberikan kartu identitas (ID card) yang bisa menembus akses masuk ruang pertemuan. Begitu juga untuk side event B20, O20, Y20, dan lainnya. Dan akhirnya para jurnalis akan meliput puncak G20, yakni KTT dan pertemuan bilateral antar kepala negara. Tercatat ada sekitar 2.000 orang jurnalis yang terdaftar sebagai peliput resmi KTT G20 dari seluruh dunia, termasuk Angrybow.




Tentunya ada ID card khusus untuk meliput bilateral meeting tersebut. Namun, untuk bisa melakukan peliputan langsung di dalam ruang pertemuan bilateral, juga tidak semua jurnalis bisa. Meskipun sudah teregistrasi sebagai peliput acara puncak G20, tetap saja committee G20 hanya memberikan akses khusus bagi jurnalis tertentu. Mereka adalah para jurnalis yang datang dari ruang kepresidenan masing-masing negara (kalau di Indonesia disebut 'wartawan istana') dan juga jurnalis yang memang menjadi ofisial penyelenggaraan KTT G20, seperti TVRI dan Antara. Lalu bagaimana dengan jurnalis yang tidak dibolehkan? Mereka mengakses informasinya secara live stream di Media Center KTT G20. 





Belum selesai di situ, para jurnalis juga harus dipastikan steril dari potensi ancaman virus COVID-19. Maka sebelum bisa masuk ke area Media Center KTT G20, mereka harus menjalani tes swab antigen setiap hari, atau tes PCR yang masa berlakunya 3x24 jam. Ada kasus beberapa jurnalis yang setelah di tes swab antigen, ternyata mereka positif terjangkit COVID-19. Bahkan kabarnya Perdana Menteri Kamboja batal berangkat ke Indonesia dan mendelegasikan ke bawahnya lantaran positif COVID-19 saat melakukan tes kesehatan G20. Namun secara keseluruhan, penyelenggaraan G20 Indonesia bisa dikatakan berjalan dengan baik.